Bombana, Mediasebangsa.com – Transparansi dan akuntabilitas adalah dua pilar utama dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, dalam era digital yang sarat dengan informasi cepat, sering kali opini publik terbentuk tanpa didasarkan pada data yang valid. Isu mengenai anggaran penyambutan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Bombana, Burhanuddin dan Ahmad Yani, yang diklaim mencapai Rp 800 juta menjadi contoh bagaimana sebuah isu dapat berkembang liar tanpa verifikasi yang memadai.

Dalam filsafat politik, Niccolò Machiavelli pernah berkata, “The promise given was a necessity of the past: the word broken is a necessity of the present.” (Janji yang diberikan adalah kebutuhan masa lalu; kata-kata yang dilanggar adalah kebutuhan masa kini). Kutipan ini mengingatkan kita bahwa politik sering kali diwarnai oleh kepentingan tertentu, termasuk dalam menggiring opini publik. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran pemerintah daerah.

Setiap Penggunaan Anggaran Mengikuti Regulasi

Dalam setiap proses penyaluran anggaran, Pemerintah Daerah (Pemda) selalu berpedoman pada regulasi yang ada. Prinsip dasar anggaran negara dan daerah, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan bahwa setiap penggunaan anggaran harus memiliki dasar hukum yang jelas, transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Penggunaan dana untuk acara penyambutan kepala daerah bukanlah hal baru dan telah menjadi bagian dari tradisi di berbagai wilayah. Namun, klaim bahwa anggaran yang digunakan mencapai angka fantastis tanpa bukti valid dapat memicu kesalahpahaman di masyarakat.

PLH Sekda Bombana, dr. Sunandar, menegaskan bahwa tidak ada pernyataan resmi dari Pemda terkait jumlah anggaran penyambutan. “Acara penyambutan bupati dan wakil bupati terpilih adalah hal yang lazim, namun besaran anggaran serta mekanismenya tentu mengikuti aturan yang berlaku,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menepis isu bahwa anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 800 juta. “Itu hanyalah opini yang dibangun untuk mendiskreditkan Bupati dan Wakil Bupati terpilih,” tegasnya.

Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher pernah mengatakan, “Watch your pennies, and the pounds will take care of themselves.” (Perhatikan sen Anda, maka poundsterling akan menjaga dirinya sendiri). Hal ini menekankan pentingnya disiplin dalam mengelola anggaran, termasuk dalam hal sekecil apa pun. Namun, disiplin ini harus didasarkan pada fakta, bukan asumsi.

Jangan Terjebak Asumsi, Tunggu Klarifikasi Resmi

Segala bentuk opini, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran pemerintah daerah, harus didasarkan pada data yang valid dan bukan sekadar isu yang bergulir dari satu sumber ke sumber lain. Setiap penggunaan dana publik memiliki mekanisme pengawasan yang ketat, termasuk dari DPRD dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika ada dugaan penyalahgunaan, mekanisme hukum telah tersedia untuk menanganinya. Namun, jika isu yang beredar hanya berdasarkan asumsi tanpa bukti konkret, hal tersebut dapat dianggap sebagai upaya menggiring opini negatif terhadap pemerintahan yang baru berjalan.

Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln, pernah mengingatkan, “Public sentiment is everything. With public sentiment, nothing can fail; without it, nothing can succeed.” (Sentimen publik adalah segalanya. Dengan dukungan publik, tidak ada yang gagal; tanpanya, tidak ada yang berhasil). Artinya, membangun opini publik haruslah didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan hanya sekadar sensasi.

Seorang penulis, terutama dalam menyampaikan informasi kepada publik, seharusnya memiliki prinsip konfirmasi yang teratur sebelum membangun opini. Menyebarkan informasi tanpa dasar yang kuat tidak hanya merugikan pihak yang diberitakan, tetapi juga mencederai etika jurnalistik dan menciptakan keresahan di masyarakat.

Sebagai masyarakat yang kritis, kita harus menuntut transparansi yang berbasis data akurat, bukan sekadar opini liar yang dapat memperkeruh suasana. Menunggu klarifikasi resmi dari pemerintah daerah sebelum menyimpulkan sesuatu adalah langkah yang bijak demi menjaga stabilitas informasi dan menghindari penyebaran berita yang menyesatkan. Sebagaimana dikatakan oleh filsuf Yunani, Socrates, “The only true wisdom is in knowing you know nothing.” (Satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah mengetahui bahwa kita tidak tahu apa-apa).

Dengan demikian, dalam memahami setiap isu, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran pemerintah, kita harus memiliki sikap skeptis yang sehat dan mengutamakan fakta daripada sekadar opini yang belum terverifikasi.