Yayasan Dianggap Bungkam, Mahasiswa Polina Geram

Bombana, Mediasebangsa.com_Puluhan mahasiswa Politeknik Bombana yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Bombana (IKMB) menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembayaran hak tenaga pendidik dan perbaikan fasilitas kampus. Namun, aksi ini berujung kekecewaan lantaran Pembina dan Pengurus Yayasan serta Direktur Politeknik Bombana memilih bungkam dan tidak menemui mereka, kamis (27/03/25).

Aksi yang dipimpin oleh Wiranto (Wanto) dan Muh. Rabbil Tasabih (Roby) ini menyuarakan lima tuntutan utama:

  1. Pembayaran gaji dan tunjangan dosen serta staf yang tertunda.
  2. Pemerintah daerah diminta mengambil alih kampus.
  3. Perbaikan fasilitas kampus yang dinilai tidak layak.
  4. Tindakan konkret dari pihak yayasan untuk menyelesaikan krisis ini.
  5. Pembina Yayasan diminta mundur karena dianggap gagal mengelola kampus.

Ketidakmunculan pihak yayasan memicu kekecewaan mahasiswa.

Wiranto menilai sikap yayasan sebagai bentuk ketidakpedulian. “Kami datang untuk berdialog, tetapi mereka memilih menghindar. Ini bukti mereka tak punya solusi!” tegasnya.

Muh. Rabbil Tasabih menegaskan bahwa perjuangan mereka belum selesai. “Jika tuntutan kami terus diabaikan, kami akan membawa masalah ini ke DPRD, Pemda, hingga kementerian!” ujarnya.

Mahasiswa kini tengah menyiapkan strategi lanjutan, termasuk menggalang dukungan lebih luas dan meningkatkan eskalasi aksi. Mereka menegaskan tidak akan mundur hingga ada perubahan nyata.

Aksi iniberlangsung tanpa adanya dialog dengan pihak kampus. Wakil Direktur II, Herman Tadjuddin, yang hadir untuk menemui massa aksi, namun ditolak oleh mahasiswa.

Herman Tadjuddin, Wadir II Politeknik Bombana saat menemui massa aksi yang berujung ditolak

Herman memberikan keterangan kepada wartawan terkait dua pokok persoalan utama yang memicu aksi ini.

“Jadi sebetulnya ini kalau berbicara substansi dari permasalahan ini, mahasiswa menuntut agar kampus membayar hak-hak dosen dan karyawan,” tuturnya.

Herman menjelaskan bahwa di kampus Polina telah terjadi utang beruntun hingga menimbulkan polemik berkepanjangan.

“Tetapi sebetulnya tuntutan bahwa pembina yayasan harus mundur, persoalan ini bukan karena siapa yang membina, tetapi di sini terjadi hutang beruntun, kampus berutang kepada karyawan karena ada pihak yang tidak menuntaskan kewajibannya, dalam hal ini mahasiswa yang belum membayar SPP-nya,” terangnya.

Lebih lanjut, dirinya menegaskan bahwa pembayaran mahasiswa melalui beasiswa adalah persoalan teknis yang berbeda.

“Kalau itu teknis, kami tidak mau tahu persoalan dari mana itu SPP dibayarkan, mau dari individu, mau siapa yang tanggung, itu persoalan mahasiswa dengan kewajibannya untuk melunasi tanggungannya,” bebernya.

Akibat kondisi tersebut, lanjut Herman, kampus mengalami kesulitan keuangan yang berdampak pada tertundanya pembayaran hak dosen dan karyawan.

“Jadi jika dikatakan siapa yang menanggung SPP, itu bukan wilayah kami, melainkan wilayahnya mahasiswa yang bersangkutan,” sebutnya.

Ia pun berharap mahasiswa yang memperjuangkan hak dosen dan karyawan juga menyadari kewajiban mereka. “Kami juga berharap kepada mahasiswa agar menyadari masih ada hak kampus dari mereka yang belum dituntaskan,” tambahnya

Kemudian direktur bukan bungkam tapi tidak berada di tempat karena cuty” tutupnya. MR