BOMBANA, medisebangsa.com | Ratusan tenaga honorer di Kabupaten Bombana menyatakan mosi tidak percaya terhadap Pemerintah Daerah setempat. Aksi yang berlangsung di halaman kantor BKPSDM Bombana ini, kamis, (23/10/25), merupakan bentuk kekecewaan atas tidak diusulkannya sejumlah tenaga honorer dalam formasi penerimaan ASN-PPPK tahun 2025, padahal mereka sebelumnya telah mengikuti seleksi dan memenuhi syarat administrasi.
Ketua HIPPAMOR Bombana, Hamdan, dalam orasinya menegaskan bahwa langkah Pemda Bombana telah mencederai semangat reformasi birokrasi nasional.
“Kami menolak alasan klasik soal anggaran. Pemerintah pusat sudah membuka jalan, tapi justru Pemda sendiri yang menutup kesempatan kami,” ujarnya tegas di hadapan massa aksi.
Sementara itu, praktisi hukum Ali Kamri, SH., MH., menyebut tindakan Pemda yang tidak menindaklanjuti hasil seleksi PPPK bisa berimplikasi hukum.
“Proses seleksi itu menggunakan anggaran negara. Jika hasilnya diabaikan tanpa dasar hukum yang jelas, ini bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan patut diperiksa aparat penegak hukum,” katanya.
Ketu Indonesi Moronene, Rezki Okriansyah, menambahkan bahwa kebijakan tersebut menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan keadilan sosial.
“Mereka ini sudah berjuang, mengabdi bertahun-tahun, tapi justru diperlakukan seolah tidak ada. Ini bentuk pengkhianatan terhadap tenaga honorer yang menjadi tulang punggung pelayanan publik,” ungkapnya.
Tokoh Pemuda Bombana, Rizki Mapatarani, dalam orasinya menyayangkan sikap BKPSDM, data usulan yang diminta publik tidak pernah diperlihatkan secara terbuka, padahal informasi tersebut seharusnya menjadi konsumsi publik dan dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kami sangat menyayangkan sikap instansi yang seperti menutup-nutupi data usulan itu. Padahal data tersebut sangat penting dan menyangkut nasib banyak tenaga honorer di Bombana. Kalau memang sudah diusulkan, kenapa tidak bisa diperlihatkan ke publik?” ujarnya.
Ia menegaskan, publik berhak mengetahui apakah data usulan PPPK Paruh Waktu tersebut benar-benar telah dikirim ke Kementerian PAN-RB, atau justru belum sama sekali.
“Kalau data itu belum dikirim, berarti ada sesuatu yang terjadi dan bisa dianggap melawan hukum. Karena pemerintah daerah telah membuka seleksi dan menjanjikan pengusulan, sementara hasilnya tidak jelas,” tegasnya.
Sementara Rahman, Eks Ketua GMNI Sultra, menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, tetapi bentuk perlawanan moral terhadap ketidakadilan.
“Mereka tidak menuntut lebih, hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan jadikan alasan anggaran untuk mengorbankan masa depan kami,” ujarnya.
Para honorer berencana membawa aspirasi ini ke DPRD Bombana dan melayangkan laporan resmi ke Kemenpan-RB sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap merugikan mereka. Bahkan ancaman aksi akan dilakukan di Kementrian jika tidak ada titik terang. E


Tinggalkan Balasan