Buton, Mediasebangsa.com | Konflik pengelolaan tambang aspal di wilayah Kabungka, Desa Wining, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, kembali menjadi sorotan. Persoalan yang bermula dari perjanjian usaha pada 2010 itu kini memasuki tahap baru setelah dilaporkan ke pihak berwajib.
La Ode Yuman Nahmuddin, selaku ahli waris sekaligus pemegang saham PT Yuman Jaya Tama, resmi mengajukan laporan ke Polres Buton pada sabtu (29 Agustus 2025. Melalui kuasa hukumnya, Al Hiday Nur, S.H., M.H., dan Muhammad Inaldi Zain, S.H., ia menduga adanya penguasaan aset perusahaan yang dilakukan secara melawan hukum.
Kuasa hukum menjelaskan, akar persoalan berawal dari perjanjian kerja sama pengelolaan tambang yang ditandatangani pada 23 September 2010 di hadapan notaris Agus Majid, S.H., Jakarta. Dalam dokumen tersebut, pihak kedua mendapat hak mengelola untuk sementara waktu dengan kewajiban mengembalikan saham perusahaan setelah satu tahun beroperasi.
“Pada awalnya perjanjian dibuat dengan itikad baik, sifatnya sementara, dan pihak kedua wajib mengembalikan saham perusahaan setelah satu tahun beroperasi,” kata Al Hiday Nur, Selasa (2/9). Ia menegaskan, isi akta tersebut jelas menyebutkan kepemilikan tetap berada pada pihak pertama.

Namun, hingga kini kewajiban itu tak kunjung dilaksanakan. Menurut kuasa hukum, pihak kedua terus menguasai tambang tanpa mengindahkan perjanjian maupun ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, setiap kali rapat umum pemegang saham (RUPS) digelar, pihak pertama mengaku tidak pernah mendapatkan undangan resmi.
“Sejak 2011, tidak pernah ada pemberitahuan RUPS kepada klien kami. Padahal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur secara tegas bahwa perubahan anggaran dasar dan risalah rapat wajib diketahui serta ditandatangani semua peserta,” ungkap Inaldi Zain.
Akibat pengelolaan yang dianggap sepihak itu, potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp60 miliar. Angka tersebut dihitung sebagai akumulasi keuntungan tambang selama 14 tahun yang tidak pernah didistribusikan sesuai porsi kepemilikan saham.
Laporan ke kepolisian ini disebut sebagai pintu masuk penyelesaian hukum. Tim kuasa hukum tidak menutup kemungkinan melanjutkan perkara ke jalur perdata maupun pidana jika belum ada kejelasan. Mereka juga mendesak aktivitas tambang dihentikan sementara hingga proses hukum tuntas.
“Kami menuntut kepastian hukum. Seluruh instrumen kelembagaan yang terlibat dalam aktivitas tambang harus menghormati proses ini. Jangan sampai kegiatan tambang terus berjalan sementara hak pemilik saham diabaikan,” tegas Al Hiday Nur. MR
Sc : sultranet


Tinggalkan Balasan